Indonesia,
baik di mata warga Indonesia sendiri maupun mancanegara, dikenal sebagai negara
yang besar. Indonesia memiliki wilayah yang luas yang sebagian besar wilayahnya
berupa lautan. Berada di daerah tropis merupakan suatu keuntungan bagi
Indonesia. Segala jenis tanaman dapat tumbuh subur, seperti dalam sebuah lirik
lagu, tanah Indonesia disebut ‘tanah surga’. Selain itu, karena berada di
daerah tropis masyarakat Indonesia dapat melihat matahari terbit setiap hari,
tidak seperti negara lainnya. Mungkin hal itulah yang menarik warga mancanegara
untuk datang ke Indonesia. Selain itu, alasan lain mereka datang ke Indonesia
mungkin juga karena indah dan beranekaragamnya kenampakan alam yang terdapat di
Indonesia.
Namun
sangat disayangkan. Keindahan yang terdapat di bumi Indonesia harus tercemar
dengan sampah yang berceceran di mana-mana. Memang, sebagai negara yang besar,
Indonesia memiliki penduduk yang jumlahnya cukup besar. Penduduk Indonesia
tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik di pedesaan maupun perkotaan. Dengan
jumlah yang banyak itu, otomatis barang yang dikonsumsi di Indonesia juga
banyak. Terlebih masyarakat Indonesia terkenal sebagai masyarakat konsumtif.
Dengan begitu, barang yang dikonsumsi pun semakin bertambah. Lalu apakah ada
hubungan antara banyaknya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat dengan
lingkungan?
Saat
ini, sebagian besar barang yang dijual di pasaran hampir semuanya dibungkus
plastik atau bahan pembungkus lainnya. Jika bahan-bahan pembungkus yang
disisakan tersebut dibuang begitu saja (tidak pada tempatnya), tentu saja akan
mencemari lingkungan. Apalagi bila bahan pembungkus tersebut terbuat dari bahan
yang sulit terurai. Sampah-sampah tersebut akan tercecer atau bahkan menumpuk jika
sudah terlalu banyak. Oleh karena itu, semakin banyak barang yang dikonsumsi
otomatis semakin banyak sampah yang dibuang.
Berserakan di Mana-mana
Sebenarnya
apa definisi sampah? Bagaimana kondisi Indonesia terkait sampah pada saat ini?
Sampah
adalah buangan benda padat (solid waste)
yang terdiri dari sampah organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak
bernilai bagi pemilik pertama yang umumnya berasal dari kegiatan rumah tangga,
kegiatan industri, kegiatan perkantoran, dan lain-lain. Masyarakat berpikiran
bahwa sampah harus dibuang dari suatu lingkungan karena keberadaannya akan
mengganggu kebersihan, estetika, dan kesehatan lingkungan. Namun yang menjadi
masalah adalah ke mana sampah-sampah tersebut dibuang.
Dalam
Kompas.com dimuat berita mengenai
limbah di Kali Sunter yang dipenuhi sampah dan lumpur. Sebagian besar
kontribusi sampah tersebut ternyata berasal dari warga sekitar. Sering kali
terlihat semacam truk tangki tinja (limbah) membuang limbah ke kali sekitar
pukul 02.00 dini hari.
Sangat
sering muncul berita yang melaporkan keadaan sungai-sungai yang tidak dapat
mengalir karena tumpukan sampah maupun tempat-tempat lainnya yang juga
tertimbun sampah. Ya, volume sampah di Indonesia memang sangat besar. Dalam
sehari saja terdapat 6.500 ton sampah yang dihasilkan masyarakat Jakarta yang
ditampung di tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.
Jika dari satu kota saja terdapat lebih dari 6.000 ton sampah yang dihasilkan,
maka sekiranya dapat dihitung jumlah sampah yang dihasilkan dari beberapa kota
besar di Indonesia.
Dari
salah satu media massa elektronik, dijelaskan bahwa kontribusi sampah terbanyak
berasal dari areal pemukiman (52,97%). Kontribusi lain berasal dari perkantoran
(27,35%), industri (8,97%), sekolah (5,32%), pasar (4%), dan lain-lain (1,4%).
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kontribusi sampah terbesar berasal
dari konsumsi rumah tangga.
Di
pemukiman-pemukiman pinggir kota yang dekat dengan sungai, biasanya masih
sering terlihat warga yang dengan mudahnya melemparkan kantongan-kantongan
sampah ke dalam sungai. Anak-anak pun juga sama. Sepertinya sungai sudah
dianggap sebagai tempat pembuangan akhir bagi sampah-sampah mereka. Sebagian
besar dari warga yang ditanyai mengenai alasan mereka melakukan hal tersebut
hampir sama, “Memangnya mau dibuang di mana lagi?”
Tidak
hanya pemukiman warga yang berada di dekat sungai. Masyarakat di
pemukiman-pemukiman lain yang tidak memiliki sungai untuk dijadikan tempat
pembuangan akhir, memilih beberapa petak tanah di daerah tersebut untuk
dijadikan tempat pembuangan. Sehingga seringkali kita melihat onggokan-onggokan
sampah di beberapa tempat. Onggokan-onggoka sampah tersebut selain mencemari
pemandangan juga mencemari udara di sekitarnya.
Permasalahan
mengenai banyaknya sampah di Indonesia sudah menjadi permasalahan nasional yang
sering diperbincangkan jalan keluarnya. Mengenai pengolahan dan pengelolaan
sampah di Indonesia, di antaranya diatur dalam UU RI Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan Sampah, dan yang belum lama ini dikeluarkan
Peraturan Pemerintah RI Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Di
samping itu, beberapa daerah juga memiliki peraturan sendiri untuk mengatur
pengelolaan sampah di daerahnya karena seperti kita tahu hampir semua kota
menghadapi masalah pengelolaan dan pengolahan sampah. Di antara peraturan
daerah tersebut yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2000 dan
Peraturan Daerah Kabupaten Sinjai Nomor 8 Tahun 2012 tentang Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan, dan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah,.
Namun
di samping pemerintah dan orang-orang yang sibuk menyerukan kepedulian akan
lingkungan, sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya menganggap masalah pengelolaan
sampah kurang penting. Peraturan maupun perundang-undangan tidak akan berjalan
jika orang-orang ini lebih mendominasi. Mereka mungkin berpikir “Apalah artinya
jika saya hanya membuang satu sampah?” Jika hanya satu orang yang memiliki
pikiran seperti itu, dampaknya tidak akan terlalu terlihat. Tapi bagaimana jika
semua orang memiliki pikiran yang sama?
Papan
peringatan “Dilarang membuang sampah di sini” yang dipasang di berbagai tempat
sepertinya hanya sebuah papan polos belaka di mata masyarakat. Bahkan justru di
tempat yang dipasangi papan tersebut yang dijadikan tempat pembuangan sampah
oleh masyarakat. Pemandangan yang aneh memang. Tapi itulah kenyataannya. Dan
lagi, meskipun masyarakat sering merasakan dampak yang ditimbulkan oleh
sampah-sampah itu, namun ternyata hal tersebut tidak membuat mereka berhenti
membuang sampah sembarangan. Masyarakat seperti sudah kebal akan bau tidak
sedap di sekitar mereka. Bahkan bencana banjir akibat sungai yang meluap karena
tersumbat oleh tumpukan sampah pun tidak membuat masyarakat jera untuk membuang
sampah di sungai. Hal tersebut mungkin sudah dianggap biasa.
Butuh Kesadaran
Kondisi
di Indonesia yang memprihatinkan ini tidak mungkin dibiarkan begitu saja.
Sebagai warga Indonesia, harus ada yang kita lakukan untuk mengurangi
pencemaran lingkungan tersebut. Bagaimana jika lama-kelamaan wilayah Indonesia
tertimbun oleh sampah? Perlu adanya tindakan yang diambil untuk mengubah
kondisi tersebut. Bagaimana caranya?
Kita
hidup bersama. Indonesia bukan milik satu orang. Untuk menjadikan Indonesia
sebagai negeri yang bersih dan bebas sampah perlu adanya kontribusi dari semua
warga masyarakat. Tidak cukup jika hanya beberapa orang yang bertindak. Memang
sulit menggerakkan semua orang untuk tidak membuang sampah sembarangan. Satu
hal yang diperlukan. Kesadaran.
Usaha
mengurangi pencemaran lingkungan oleh masyarakat memang harus dimulai dari diri
masyarakat itu sendiri. Jika dilihat dari fakta-fakta yang ada, memang
kesadaran yang belum dimiliki oleh masyarakat. Pikiran-pikiran mengenai tidak
berpengaruhnya satu sampah yang mereka buang merupakan contohnya. Kesadaran
untuk lebih menjaga lingkungan sangat penting ditanamkan dalam diri masyarakat.
Selama ini, kalimat-kalimat seruan tentang kebersihan (seperti membuang sampah
pada tempatnya, dan lain-lain), istilahnya, hanya masuk telinga kanan keluar telinga
kiri saja. Belum ada tindakan riil dari masyarakat itu sendiri.
Seandainya
semua orang berpikir lebih kritis dan lebih mempertimbangkan apa yang mereka
perbuat, Indonesia mungkin akan menjadi negeri yang lebih indah, bersih, dan
nyaman. Indonesia tidak akan kalah dengan negara lain yang selama ini oleh
masyarakat kita sendiri dianggap lebih indah karena sebenarnya yang menyebabkan
negara lain terlihat lebih indah adalah kebersihannya. Lihat saja jalan-jalan
umum, trotoar, dan sudut-sudut lainnya. Tidak ada satu pun sampah yang tidak
berada pada tempatnya. Seharusnya hal tersebut dapat menjadi motivasi bagi
masyarakat Indonesia untuk lebih meningkatkan kebersihan di negeri sendiri.
Bukan malah membiarkannya, dan semakin membanggakan negara lain.
Jika
kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan mulai tumbuh,
mungkin selanjutnya dapat dilakukan beberapa hal untuk mengurangi produksi
sampah di masyarakat. Sampah yang dihasilkan dapat diminimalisasikan, misalnya,
dengan mengurangi penggunaan bahan pembungkus yang sulit terurai seperti
plastik. Dengan semakin sedikitnya sampah anorganik yang dihasilkan di
lingkungan masyarakat, sampah yang menumpuk di tempat-tempat pembuangan akhir
akan semakin berkurang. Dengan begitu, sampah di Indonesia pun lama-kelamaan
akan semakin berkurang.
Di
samping itu, memproduksi barang-barang daur ulang pun dapat menjadi alternatif
lain jika belum mampu mengurangi volume sampah anorganik yang dihasilkan. Cara
ini bahkan memiliki dua keuntungan sekaligus. Selain dapat mengurangi timbunan
sampah di Indonesia, kegiatan memproduksi barang-barang daur ulang juga dapat
mendatangkan keuntungan. Apalagi bahan yang digunakan berasal dari
barang-barang yang sudah tidak terpakai, sehingga modal yang dibutuhkan pun
tidak terlalu besar.
Betapa
indah dan nyamannya Indonesia jika semua orang sudah memiliki kesadaran akan
pentingnya menjaga kebersihan. Semoga dengan semakin tumbuhnya kesadaran
masyarakat sert berubahnya pola pikir mereka akan pentingnya menjaga lingkungan,
kondisi lingkungan Indonesia akan semakin membaik. Amiin.
No comments:
Post a Comment