Welcome ...

Monday, January 21, 2013

HIDUP (NYAMAN) DI TENGAH GELIMANG SAMPAH

Indonesia, baik di mata warga Indonesia sendiri maupun mancanegara, dikenal sebagai negara yang besar. Indonesia memiliki wilayah yang luas yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan. Berada di daerah tropis merupakan suatu keuntungan bagi Indonesia. Segala jenis tanaman dapat tumbuh subur, seperti dalam sebuah lirik lagu, tanah Indonesia disebut ‘tanah surga’. Selain itu, karena berada di daerah tropis masyarakat Indonesia dapat melihat matahari terbit setiap hari, tidak seperti negara lainnya. Mungkin hal itulah yang menarik warga mancanegara untuk datang ke Indonesia. Selain itu, alasan lain mereka datang ke Indonesia mungkin juga karena indah dan beranekaragamnya kenampakan alam yang terdapat di Indonesia.
Namun sangat disayangkan. Keindahan yang terdapat di bumi Indonesia harus tercemar dengan sampah yang berceceran di mana-mana. Memang, sebagai negara yang besar, Indonesia memiliki penduduk yang jumlahnya cukup besar. Penduduk Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik di pedesaan maupun perkotaan. Dengan jumlah yang banyak itu, otomatis barang yang dikonsumsi di Indonesia juga banyak. Terlebih masyarakat Indonesia terkenal sebagai masyarakat konsumtif. Dengan begitu, barang yang dikonsumsi pun semakin bertambah. Lalu apakah ada hubungan antara banyaknya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat dengan lingkungan?

Saat ini, sebagian besar barang yang dijual di pasaran hampir semuanya dibungkus plastik atau bahan pembungkus lainnya. Jika bahan-bahan pembungkus yang disisakan tersebut dibuang begitu saja (tidak pada tempatnya), tentu saja akan mencemari lingkungan. Apalagi bila bahan pembungkus tersebut terbuat dari bahan yang sulit terurai. Sampah-sampah tersebut akan tercecer atau bahkan menumpuk jika sudah terlalu banyak. Oleh karena itu, semakin banyak barang yang dikonsumsi otomatis semakin banyak sampah yang dibuang.


Berserakan di Mana-mana
Sebenarnya apa definisi sampah? Bagaimana kondisi Indonesia terkait sampah pada saat ini?
Sampah adalah buangan benda padat (solid waste) yang terdiri dari sampah organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak bernilai bagi pemilik pertama yang umumnya berasal dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri, kegiatan perkantoran, dan lain-lain. Masyarakat berpikiran bahwa sampah harus dibuang dari suatu lingkungan karena keberadaannya akan mengganggu kebersihan, estetika, dan kesehatan lingkungan. Namun yang menjadi masalah adalah ke mana sampah-sampah tersebut dibuang.
Dalam Kompas.com dimuat berita mengenai limbah di Kali Sunter yang dipenuhi sampah dan lumpur. Sebagian besar kontribusi sampah tersebut ternyata berasal dari warga sekitar. Sering kali terlihat semacam truk tangki tinja (limbah) membuang limbah ke kali sekitar pukul 02.00 dini hari.
Sangat sering muncul berita yang melaporkan keadaan sungai-sungai yang tidak dapat mengalir karena tumpukan sampah maupun tempat-tempat lainnya yang juga tertimbun sampah. Ya, volume sampah di Indonesia memang sangat besar. Dalam sehari saja terdapat 6.500 ton sampah yang dihasilkan masyarakat Jakarta yang ditampung di tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Jika dari satu kota saja terdapat lebih dari 6.000 ton sampah yang dihasilkan, maka sekiranya dapat dihitung jumlah sampah yang dihasilkan dari beberapa kota besar di Indonesia.
Dari salah satu media massa elektronik, dijelaskan bahwa kontribusi sampah terbanyak berasal dari areal pemukiman (52,97%). Kontribusi lain berasal dari perkantoran (27,35%), industri (8,97%), sekolah (5,32%), pasar (4%), dan lain-lain (1,4%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kontribusi sampah terbesar berasal dari konsumsi rumah tangga.
Di pemukiman-pemukiman pinggir kota yang dekat dengan sungai, biasanya masih sering terlihat warga yang dengan mudahnya melemparkan kantongan-kantongan sampah ke dalam sungai. Anak-anak pun juga sama. Sepertinya sungai sudah dianggap sebagai tempat pembuangan akhir bagi sampah-sampah mereka. Sebagian besar dari warga yang ditanyai mengenai alasan mereka melakukan hal tersebut hampir sama, “Memangnya mau dibuang di mana lagi?”
Tidak hanya pemukiman warga yang berada di dekat sungai. Masyarakat di pemukiman-pemukiman lain yang tidak memiliki sungai untuk dijadikan tempat pembuangan akhir, memilih beberapa petak tanah di daerah tersebut untuk dijadikan tempat pembuangan. Sehingga seringkali kita melihat onggokan-onggokan sampah di beberapa tempat. Onggokan-onggoka sampah tersebut selain mencemari pemandangan juga mencemari udara di sekitarnya. 
Permasalahan mengenai banyaknya sampah di Indonesia sudah menjadi permasalahan nasional yang sering diperbincangkan jalan keluarnya. Mengenai pengolahan dan pengelolaan sampah di Indonesia, di antaranya diatur dalam UU RI Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah, dan yang belum lama ini dikeluarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Di samping itu, beberapa daerah juga memiliki peraturan sendiri untuk mengatur pengelolaan sampah di daerahnya karena seperti kita tahu hampir semua kota menghadapi masalah pengelolaan dan pengolahan sampah. Di antara peraturan daerah tersebut yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2000 dan Peraturan Daerah Kabupaten Sinjai Nomor 8 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, dan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah,.
Namun di samping pemerintah dan orang-orang yang sibuk menyerukan kepedulian akan lingkungan, sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya menganggap masalah pengelolaan sampah kurang penting. Peraturan maupun perundang-undangan tidak akan berjalan jika orang-orang ini lebih mendominasi. Mereka mungkin berpikir “Apalah artinya jika saya hanya membuang satu sampah?” Jika hanya satu orang yang memiliki pikiran seperti itu, dampaknya tidak akan terlalu terlihat. Tapi bagaimana jika semua orang memiliki pikiran yang sama?
Papan peringatan “Dilarang membuang sampah di sini” yang dipasang di berbagai tempat sepertinya hanya sebuah papan polos belaka di mata masyarakat. Bahkan justru di tempat yang dipasangi papan tersebut yang dijadikan tempat pembuangan sampah oleh masyarakat. Pemandangan yang aneh memang. Tapi itulah kenyataannya. Dan lagi, meskipun masyarakat sering merasakan dampak yang ditimbulkan oleh sampah-sampah itu, namun ternyata hal tersebut tidak membuat mereka berhenti membuang sampah sembarangan. Masyarakat seperti sudah kebal akan bau tidak sedap di sekitar mereka. Bahkan bencana banjir akibat sungai yang meluap karena tersumbat oleh tumpukan sampah pun tidak membuat masyarakat jera untuk membuang sampah di sungai. Hal tersebut mungkin sudah dianggap biasa.
Butuh Kesadaran
Kondisi di Indonesia yang memprihatinkan ini tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Sebagai warga Indonesia, harus ada yang kita lakukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan tersebut. Bagaimana jika lama-kelamaan wilayah Indonesia tertimbun oleh sampah? Perlu adanya tindakan yang diambil untuk mengubah kondisi tersebut. Bagaimana caranya?
Kita hidup bersama. Indonesia bukan milik satu orang. Untuk menjadikan Indonesia sebagai negeri yang bersih dan bebas sampah perlu adanya kontribusi dari semua warga masyarakat. Tidak cukup jika hanya beberapa orang yang bertindak. Memang sulit menggerakkan semua orang untuk tidak membuang sampah sembarangan. Satu hal yang diperlukan. Kesadaran.
Usaha mengurangi pencemaran lingkungan oleh masyarakat memang harus dimulai dari diri masyarakat itu sendiri. Jika dilihat dari fakta-fakta yang ada, memang kesadaran yang belum dimiliki oleh masyarakat. Pikiran-pikiran mengenai tidak berpengaruhnya satu sampah yang mereka buang merupakan contohnya. Kesadaran untuk lebih menjaga lingkungan sangat penting ditanamkan dalam diri masyarakat. Selama ini, kalimat-kalimat seruan tentang kebersihan (seperti membuang sampah pada tempatnya, dan lain-lain), istilahnya, hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri saja. Belum ada tindakan riil dari masyarakat itu sendiri.
Seandainya semua orang berpikir lebih kritis dan lebih mempertimbangkan apa yang mereka perbuat, Indonesia mungkin akan menjadi negeri yang lebih indah, bersih, dan nyaman. Indonesia tidak akan kalah dengan negara lain yang selama ini oleh masyarakat kita sendiri dianggap lebih indah karena sebenarnya yang menyebabkan negara lain terlihat lebih indah adalah kebersihannya. Lihat saja jalan-jalan umum, trotoar, dan sudut-sudut lainnya. Tidak ada satu pun sampah yang tidak berada pada tempatnya. Seharusnya hal tersebut dapat menjadi motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk lebih meningkatkan kebersihan di negeri sendiri. Bukan malah membiarkannya, dan semakin membanggakan negara lain.
Jika kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan mulai tumbuh, mungkin selanjutnya dapat dilakukan beberapa hal untuk mengurangi produksi sampah di masyarakat. Sampah yang dihasilkan dapat diminimalisasikan, misalnya, dengan mengurangi penggunaan bahan pembungkus yang sulit terurai seperti plastik. Dengan semakin sedikitnya sampah anorganik yang dihasilkan di lingkungan masyarakat, sampah yang menumpuk di tempat-tempat pembuangan akhir akan semakin berkurang. Dengan begitu, sampah di Indonesia pun lama-kelamaan akan semakin berkurang.
Di samping itu, memproduksi barang-barang daur ulang pun dapat menjadi alternatif lain jika belum mampu mengurangi volume sampah anorganik yang dihasilkan. Cara ini bahkan memiliki dua keuntungan sekaligus. Selain dapat mengurangi timbunan sampah di Indonesia, kegiatan memproduksi barang-barang daur ulang juga dapat mendatangkan keuntungan. Apalagi bahan yang digunakan berasal dari barang-barang yang sudah tidak terpakai, sehingga modal yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar.
Betapa indah dan nyamannya Indonesia jika semua orang sudah memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan. Semoga dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat sert berubahnya pola pikir mereka akan pentingnya menjaga lingkungan, kondisi lingkungan Indonesia akan semakin membaik. Amiin.

No comments:

Post a Comment