Welcome ...

Friday, January 25, 2013

DEMONSTRASI (BUKAN) DEMI DEMOKRASI

Demonstrasi bukanlah suatu kata asing bagi warga Indonesia. Demonstrasi bukan pula suatu momen yang aneh. Sudah sejak dahulu rakyat Indonesia mengenal demonstrasi. Terutama sejak masa pemerintahan presiden Soeharto hingga kini. Mulai dari kalangan mahasiswa, buruh, hingga rakyat biasa tidak ragu untuk melakukan demonstrasi. Seperti layaknya kebudayaan asli di Indonesia, demonstrasi sudah menjadi kebudayaan baru bagi masyarakat Indonesia.
Di era reformasi ini, yaitu setelah turunnya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden, seluruh rakyat Indonesia di bidang hukum memiliki hak yang sama. Mereka memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat mereka terhadap sistem pemerintahan di negeri ini. Pemerintahan dari rakyat untuk rakyat benar-benar diterapkan di era ini. Rakyat, melalui wakil-wakilnya dari setiap daerah, dapat ikut mengatur sistem pemerintahan di Indonesia. Kebebasan rakyat dalam mengemukakan pendapat memang telah tercantum dalam undang-undang dasar negara RI. Hal tersebut dapat dilihat praktiknya, salah satunya, dalam kegiatan pemilihan umum. Kegiatan pemilu tersebut membuktikan bahwa rakyat diberi kebebasan untuk memilih secara langsung sesuai hati nurani pemimpin yang akan memimpin negara Indonesia.


Demokrasi Bukan Berarti Demonstrasi
Kebebasan rakyat dalam mengemukakan pendapat sepertinya semakin dimaknai secara lebih luas. Dapat dikatakan lebay jika menggunakan bahasa zaman sekarang. Ya, rakyat semakin berlebihan dalam memanfaatkan hak mengemukakan pendapat tersebut. Sedikit saja peraturan tidak sesuai dengan yang mereka inginkan, mereka langsung mengadakan protes berupa demonstrasi.
Salah satu contoh kecil semakin manjanya rakyat yaitu terjadinya demonstrasi terhadap sebuah perusahaan swasta tahun 2012 lalu. Para pegawai baru yang baru saja diterima, baru beberapa bulan bekerja, langsung mengadakan demonstrasi menolak jumlah gaji yang telah ditentukan. Menurut mereka gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan usaha mereka. Padahal, para petinggi perusahaan telah memberi mereka penjelasan mengenai dampak yang akan terjadi jika gaji buruh dinaikkan. Mereka lebih memilih kenaikan gaji dan perusahaan tutup lebih cepat dibandingkan menerima gaji yang telah ditentukan dan memberi perusahaan untuk lebih berkembang.
Dari cerita tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa seringkali demonstrasi yang rakyat lakukan tidak berdasarkan pemikiran secara rasional dan logis. Mereka seringkali tidak meganalisa secara jeli masalah yang menyebabkan mereka melakukan demostrasi. Mereka hanya mengedepankan keegoisan, sehingga seringkali demonstrasi yang dilakukan bukan berdasarkan niat untuk mengubah kepada kebenaran yang memang benar melainkan hanya didasarkan nafsu dan emosi saja. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan tidak tertibnya pelaksanaan demonstrasi.
Sebenarnya pelaksaan demonstrasi dihalalkan oleh peraturan perundangan di Indonesia. Namun perlu digarisbawahi, bahwa demonstrasi hendaknya dilakukan secara tertib, sopan, aman, dan tidak menggunakan kekerasan. Dilihat dari banyaknya demonstrasi yang telah terjadi di Indonesia, sebagian besar berakhir dengan kekerasan.
Seperti demonstrasi yang sering terjadi di wilayah timur, seperti Ambon dan Irian Jaya, di mana masyarakatnya memiliki watak keras dan bertemperamen tinggi. Kebanyakan demonstrasi yang terjadi di sana berakhir dengan perusakan fasilitas-fasilitas umum, seperti menghancurkan kaca, membanting barang-barang yang ada di jalan raya dan sekitarnya, merusak kendaraan-kendaraan, dan lain sebagainya. Itukah yang disebut demokrasi?

Lebih Demokratis
Demonstrasi yang dilakukan di Indonesia memang masih perlu untuk diperbaiki lagi. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan suasana demonstrasi yang tertib.
Pertama, masyarakat yang hendak mengadakan demonstrasi hendaknya menganalisa terlebih dahulu permasalahan yang dihadapi dengan kepala dingin. Karena jika sudah dilandaskan oleh emosi dan nafsu, akal sehat akan semakin sulit digunakan. Dalam menganalisa permasalahan dapat dilakukan dengan jalan perundingan dengan  pihak-pihak yang bersangkutan. Jika memang belum dapat diambil mufakat yang adil, barulah demonstrasi dapat dijadikan opsi terakhir.
Kedua, meskipun demonstrasi dihalalkan oleh hukum nasional, namun hendaknya tetap dilakukan secara tertib dan bersih, baik bersih dari kekerasan maupun bersih dari kerusuhan. Masyarakat hendaknya membuktikan “budaya damai” yang sering digaungkan. Apalagi, 99% warga Indonesia adalah orang beragama, seharusnya kondisi tertib saat demonstrasi dapat diimplementasikan karena dalam setiap agama pasti melarang dilakukannya tindak kekerasan maupun tindakan yang merusak atau merugikan orang lain dan lingkungan.
Bila setiap warga masyarakat dapat lebih mengontrol diri dalam melakukan sagala tindakan mereka seperti demonstrasi, maka demonstrasi yang demokratis di Indonesia pasti akan dapat terwujud. Pasti. 

No comments:

Post a Comment