TANPA MIMPI KITA MATI
Judul buku : Sang Pemimpi
Pengarang : Andrea Hirata
Penyunting : Imam Risdiyanto
Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
Tahun terbit : 2006
Tebal buku : x + 230 halaman
Sukses dengan novel
pertamanya yang langsung menjadi best
seller, Laskar Pelangi, Andrea
Hirata mengeluarkan novel keduanya, Sang
Pemimpi, yang masih merupakan tetralogi dari Laskar Pelangi.
Andrea Hirata, lahir
di Belitong tanggal 24 Oktober 1982. Hidup dengan segala keterbatasan cukup
mempengaruhi pribadinya sedari kecil. Ia amat menggemari sains-fisika, kimia,
biologi, astronomi, dan tentu saja sastra, meskipun studi mayornya ekonomi. Andrea
lebih mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademis dan backpacker. Andrea
berpendidikan ekonomi dari Universitas Indonesia. Ia mendapat beasiswa Uni
Eropa untuk studi master of science
di Universitas de Paris, Sorbonne, Prancis dan Sheffield Hallam University
United Kingdom.
Tesis Andrea di bidang
ekonomi telekomunikasi,emdapat penghargaan dari kedua universitas tersebut dan
ia lulus cum laude. Tesis itu telah
diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi
telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku tersebut telah
beredar sebagai referensi ilmiah.
Masih sama dengan novel pertamnya, dalam novel
ini, Andrea Hirata menceritakan tentang kehidupan bocah Belitong yang tak
pernah berhenti bermimpi. Tiga tokoh dalam novel ini (Ikal, Arai, dan Jimbron)
memiliki ciri khas masing-masing. Mereka memiliki jiwa juang yan tinggi,
terutama Ikal dan Arai.
Dimulai dari
perjumpaan Ikal dengan Arai, kisah mereka pun berlanjut. Arai, seorang bocah
yatim piatu pada saat usianya masih sangat muda. Waktu ia kelas satu SD,enam
tahun umurnya, ibunya wafat saat melahirkan adiknya. Lalu Arai tinggal berdu
dengan ayahnya. Kepedihn belum mau menjauhi Arai. Menginjak kelas tiga SD,
ayahnya juga wafat. Aria menjadi yatim piatu, sebatang kara. Akhirnya, ia
dipungut oleh keluarga Ikal, yang masih memiliki hubungan darah dengannya.
Hidup di bawah satu
atap yang sama menjadikan Ikal dan Arai menjadi semakin dekat. Apalagi jarak
antara Ikal dan abangnya sangat jauh. Mereka selalu melekat ke sana kemari. Di
rumah, mereka menempati kamar yang sama. Walaupun kamar mereka merupakan gudang
peregasan (peti papan besar tempat
menyimpan padi), namun hal itu tetap membuat mereka senang. Sejak kecil mereka
sudah meencoba beberapa pekerjaan untuk mencari uang, mulai dari mencari akar
banar untuk dijual kepada penjual ikan, mengambil akar purun yang dijual kepada
pedagang kelontong, dan lain sebagainya.
Di desa mereka, ada
tiga orang tokoh agama yang sangat disegani, yaitu Taikong Hamim, Haji Satar,
dan Haji Hazani. Kepada merekalah Ikal, Arai dan anak-anak lain di desa mereka
mengaji. Di bawah asuhan ketiga tokoh tadilah Ikal dan Arai bertemu dengan
Jimbron, yang juga yatim piatu. Setelah kedua orangtuanya wafat, Jimbron diasuh
oleh seorang pendeta, Pendeta Geovanny. Ia gagap, tapi tak selalu. Jika ia
panik atau sedang bersemangat maka ia gagap. Jika suasana hatinya sedang
nyaman, ia berbicara senormal orang biasa. Di samping itu, Jimbron sangat
menyukai kuda. Meskipun ia belum pernah melihat kuda secara langaung, tapi ia
mengenal seperti ia penah melihatnya.
Bersekolah di sekolah
yang sama, SMA Negeri di Magai (SMA Bukan Main), membuat persahabtan mereka
semakin erat. Setelah lulus SMP mereka menyewa sebua los di Magai dan berpisah
dengan keluarga. Agar dapat bertahan hidup mereka pun bekerja sebagai kuli ngambat, dengan terlebih dahulu
mencoba menjadi penyelam di padang golf (mengambil bola golf yang tercebur ke
dalam danau dengan kedalaman lebih dari tujuh meter yang penuh dengan
buaya-buaya besar) dan part time office
boy di kompleks kantor pemerintahan (masuk kerja subuh dan menyiapkan
ratusan gelas teh dan kopi, akan tetapi tidak dibayar selama
berbulan-berbulan).
Di sekolah, Ikal dan
Arai termasukk anak-anak yang berprestasi, selalu masuk peringkat teratas.
Impian tertinggi mereka yaitu ingin sekolah ke Prancis, menginjakkan kaki di
altar suci almamater Sorbonne. Karena impian yang begitu tinggi, mereka pun
rela bekerja keras setiap hari demi mendapatkan ilmu sebagai bekal masa
depannya.
Akan tetapi pernah
pada suatu ketika semangat Ikal menurun. Ia berubah menjadi pesimistis. Ia
memiliki pandangan bahwa semakin seseorang dewasa, hidup menjadi semakin tak
mudah. Ikal yang biasanya antusias mendengar cerita Pak Balia (guru
kesustraan), saat itu hanya diam menundukkan kepala. Hingga akhirnya
peringkatnya pun turun dari peringkat tiga menjadi tujuh puluh lima. Akan
tetapi setelah mendengar bentakan-bentakan sang sahabat, Arai, semangat Ikal
kembali.
Berbagai pengalaman
menarik mereka jumpai. Mulai dari melakukan penyamaran demi dapat menonton di
bioskop hingga akhirnya tertangkap basah oleh Pak Mustar (guru killer di sekolah) dan dihukum untuk
memainkan adegan dalam film tersebut di depan seluruh warga sekolah.
Petualangan mereka
berlanjut setelah mereka lulus sekolah. Ikal dan Arai berencana untuk merantau
ke Pulau Jawa. Dan saat mereka akan berangkat, Jimbron menyerahkan dua buah
celengan kuda, yang isinya telah ia tabung sejak lama, kepada mereka berdua
sebagai bekal merantau. Sedangkan ia sendiri memilih tetap tinggal di Magai,
bekerja di peternakan untuk mengurus kuda.
Awalnya, sesampainya
di Tanjung Priok mereka ingin langsung menuju Ciputat, sesuai petunjuk nahkoda
yang mengantar mereka ke Pulau Jawa. Akan tetapi, mereka malah tersesat di
Bogor, kota yang sama sekali asing bagi mereka berdua. Mereka menyewa kamar kos
di sebuah kampong di belakang Institut Pertanian Bogor (IPB). Di bogor, mereka
bekerja sebagai door to door salesman,
bekerja di pabrik tali dan kios fotokopi. Mereka juga mendaftar sebagai pegawai
pos. Ikal yang lolos tes seleksi mendapat jebatan sebagai juru sortir,
sedangkan Arai kembali memfotokopi.
Ikal sangat rindu pada
sahabat terbaiknya itu. Ia pun pulang ke Bogor, ke rumah kos tempat mereka
tinggal. Akan tetapi tak ada siapa-siapa di sana, hanya sepucuk surat yang
tergeletak di bawah pintu. Arai telah berangkat ke Kalimantan.
Tahun berikutnya Ikal
diterima di UI. Ia pun mengatur jadwal shift
menyortir surat sesuai dengan kesibukan kuliah. Setelah lulus kuliah, masih
sebagai plonco fresh graduate, ketika
membaca sebuah pengumuman beasiswa strata dua yang diberikan Uni Eropa kepada
sarjana-sarjana Indonesia. Ikla pun belajar mati-matian untuk bersaing
memperebutkan beasiswa itu. Setelah melalui berbagai tes yang panjang, akhirnya
ia sampai pada wawancara akhir.
Ikal telah
melaksanakan wawancara tersebut saat ia berjalan melewati sebuah koridor dengan
pintu yang berbaris di kiri kanannya. Di depan sebuah ruangan ia tertegun,
langkahnya terhenti karena ia mendengar suara samar. Ia mendengar perdebatan
dua orang di dalam ruangan itu. Dan saat orang yang sangat ia kenali keluar, ia
langsung memeluknya. Ya, orang tersebut adalah sahabat lamanya. Sahabat terbaik
yang pernah ia miliki. Arai. Ternyata Arai juga melamar beasiswa itu. Diam-diam
ia kos di Jakarta dan memang berniat menemui Ikal saat wancara akhir tersebut.
Ikal mengundurkan diri
dari Kantor Pos Bogor. Dan untuk pertama kalinya Ikal dan Arai pulang kampung
ke Belitong. Sesampainya di sana mereka bertemu dengan Jimbron dan Laksmi
(istrinya) serta anak-anaknya. Jimbron tergagap-gagap melihat kedatangan mereka
berdua. Mereka pergi ke Magai, mengenang masa-masa saat mereka menjalani
hri-hari sebagai kuli ngambat.
Berbulan-bulan Ikal
dan Arai menunggu keputusan penguji beasiswa. Hingga suatu hari saat yang
ditunggu-tunggu tersebut datang. Mereka membuka surat tersebut dengan hati
berdebar-debar. Dan yang sangat mengejutkan, mereka berdua lulus. Kedua
orangtua Ikal mengucapkan Alhamdulillah
berulang-ulang dan memeluknya dengan bangga. Sedangkan Arai menangis
tersedu-sedu sambil membekap erat foto ayah-ibunya dan surat keputusan beasiswa
itu. Ia menangis karena tak tahu kepada siapa kegembiraannya itu akan ia
ceritakan.
Dengan semangat,
kemauan, kerja keras, dan tentu saja mimpi-mimpi yang selama ini mereka miliki,
akhirnya Ikal dan Arai diterima di universitas yang selama ini mereka
impi-impikan, Université de Paris, Sorbonne, Prancis.
Dari segi fisik, Sang Pemimpi memiliki banyak kelebihan. Salah
satu contohnya yaitu kertas yang digunakan yaitu kertas HVS, bukan kertas buram
atau sebagainya sehingga buku terlihat lebih bersih dan menarik untuk dibaca.
Bahasa yang digunakan pun lugas dan tidak berbelit-belit, namun tetap ada
beberapa majas sebagai pemanis cerita. Banyak juga terdapat kata-kata mutiara
yang bersifat membangun, seperti “Maka berkelanalah di atas muka bumi ini untuk
menemukan mozaikmu” dan masih banyak lagi.
Hampir tidak terdapat
kelemahan dalam buku ini. Mungkin satu-satunya kelemahan hanya terdapat pada cover saja. Sebenarnya novel ini
memiliki cover yang cukup menarik,
namun akan lebih menarik lagi apabila diberi warna yang sedikit lebih cerah
atau dapat pula diberi gambar yang lebih menarik.
Sang Pemimpi, novel best seller ini, merupakan buku yang wajib dibaca oleh para pecinta
novel Indonesia, terutama bagi para pelajar. Karena selain menarik, cerita
dalam novel ini juga sangat menginspirasi para pembacanya. Banyak pelajaran
berharga yang dapat dipetik dari cerita di dalamnya, seperti semangat juang
mereka yang tinggi dalam mengejar cita-cita yang mereka impikan sejak kecil,
maupun persahabatan yang mereka jalin dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.
Selain itu, di dlam novel ini juga diceritakan tentang bagaimana Arai
memperjuangkan cintanya kepada Nurmala (teman SMA). Meskipun Nurmala selalu
mengacuhkan usahanya, namun Arai tak pernah patah arang. Ia menganggap hal itu
sebagai tantangan yang harus ia hadapi.
No comments:
Post a Comment