Welcome ...

Saturday, August 3, 2013

Resensi Cerpen “Lidah”

SELALU ADA BALASAN UNTUK SETIAP PERBUATAN

Judul buku        : Lidah
Pengarang         : Ni Komang Ariani
Pengantar          : Hamsad Rangkuti
Penerbit            : Penerbit Pustaka Pergaulan
Tahun terbit       : 2008
Tebal buku        : x + 110 halaman

Buku kumpulan cerpen karangan Ni Komang Ariani ini, Lidah, berisi cerpen-cerpen terbaiknya dengan tema-tema sederhana cerminan berbagai peristiwa yang terjadi di kehidupan nyata. 14 cerita pendek dalam buku ini memiliki tema yang sesuai dengan kehidupan kita sehari-hari.

Ni Komang Ariani, wanita kelahiran Gianyar, Bali, 19 Mei 1978 ini merupakan lulusan Universitas Ailangga jurusan Ilmu Komunikasi (2002). Tahun berikutnya ia bekerja sebagai penyiar radio berita Global FM Bali, dan pada bulan Oktober pindah ke Jakarta sebagai penyiar dan wartawan KBR 68H sampai Maret 2006. Sempat juga ia menjadi pekerja free lance di Perusahaan PR, IraKoesno Communication. Saat ini, selain bekerj sebagai penulis, ia juga bekerja sebagai pengajar di ELTI Gramedia.
Cerpen-cerpen Ni Komang telah banyak dimuat di berbagai media massa cetak, seperti Harian Kompas, Harian Suara Pembaruan, Koran Sindo, Harian Bali Post, Harian Jurnal Nasional, Majalah Chic, dan Majalah Kartini. Pada tahun 2007,ia menadi salah satu pemenang berbakat dalam Lomba Cerpen bertema Lingkungan Hidup yang diadakan oleh Tabloid Parle melalui cerpennya Kemana Iyah Sewaktu Bajir. Ia juga menjadi juara I Lomba Menulis Cerita Bersabung yang diadakan oleh Majalah Femina melalui noveletnya yang berjudul Nyanyi Sunyi Celah Tebing pada tahun 2008. Selain itu, ia juga meraih penghargaan sebagai pemenang harapan dalam lomba cerpen yang digelar situs Kolomkita melalui cerpennya Perempuan-perempuan Berjengger.
Cerpen-cerpen dalam buku Ni Komang, selain memiliki tema yang sederhana,  alurnya pun tidak berbelit-belit. Cerita-cerita di dalamnya seperti Kemana Iyah Sewaktu Banjir, Pasangan Muda, Pembalasan si Ibu Hamil, Pisau Aneh dalam Rumah, Senja di Pelupuk Mata, Seorang Ibu dengan Dua Bayi, Sepotong Kejujuran dari Wina, dan 7 cerita pendek lainnya menceritakan kisah dengan konflik yang berbeda-beda namun tetap menggambarkan kehidupan kita sehari-hari.
Dalam cerpennya yang berjudul Senja di Pelupuk Mata misalnya. Dalam cerpen tersebut dikisahkan sepasang suami-istri yang sudah tua merasa kesepian karena ketiga putrinya yang telah menikah mengikuti jejak suami mereka masing-masing ke daerah asalnya. Tak satu pun dari ketiganya mengunjungi orangtua mereka di kampung. Bahkan, mengirimi uang pun tidak.
Keadaan tersebut membuat pasangan suami-istri tersebut merenungi kehidupan mereka sebelumnya. Sang suami yang dahulu senang menyabung ayam merenungi bagaimana ia pernah merasakan kejayaannya dahulu bersama ayam jago kesayangannya dan kematian puluhan ayam jago lain yang pernah ia adu. Kini ia merasakan bagaimana rasanya menunggu ajal yang setiap saat datang menjemputnya. Sedangkan sang istri, ia ingat betul bagaimana ia dan suaminya tersebut meninggalkan orangtuanya saat menikah. Mungkin itulah karma bagi mereka berdua atas apa yang pernah mereka perbuat di masa lalu.
Berbeda dengan Senja di Pelupuk Mata, cerpen lain dalam buku ini, Pisau Aneh dalam Rumah, menceritakan tentang sebilah pisau berujung runcing yang misterius. Mata pisaunya yang tajam membangkitkan rasa bergidik. Cerpen ini memainkan emosi pembaca dengan meyodorkan sejumlah prasangka dalam alur ceritanya.
Tokoh suami, yang sejak awal penasaran dengan sebilah pisau yang ada di rumahnya, merasakan jantungnya berdesir setiap melihatnya. Ia pun menceritakan hal tersebut pada istrinya, namun sang istri hanya tertawa. Sang suami pun memerintahkan sang istri untuk membuang pisau tersebut. Awalnya, sang istri menolak karena baginya dan si pembantu pisau itu dianggap pisau yang paling baik di antara pisau lainnya, karena selain tajam pisau tersebut juga tidak mudah berkarat. Namun setelah dipaksa sang suami, pisau itu dibuang ke dalam bak sampah. Tapi aneh, esok harinya sang suami menemukan pisau tersebut telah ada di rak piring. Ia bergidik. Secepat kilat ia buang pisau itu di tempat sampah di depan rumahnya. Ia kubur dalam-dalam pisau tersebut.
Belakangan ia tahu bahwa pembantunyalah yang memindahkan pisau tersebut dari tempat sampah ke rak piring. Beberapa hari kemudian, sang suami sedang memilih pisau pada penjual pisau keliling saat tatapannya tertuju pada sesuatu yang berkilauan di pojok gerobak. Ia yakin ia melihat pisau aneh itu. Ia merasa pisau itu selalu mencari jalan untuk bisa kembali ke rumahnya. Pisau tersebut seperti membawa misi yng belum selesai. Ia pun bergidik. Keesokan harinya ia memerintahkan keluarganya untuk mengemasi pakaian mereka masing-masing dan berangkat ke rumah Oma di Bogor. Ia memutuskan untuk tinggal beberapa hari di sana.
Selain dua cerpen tersebut, cerpen lain dalam buku ini juga tidak kalah menarik untuk dibaca, terutama bagi para pecinta cerita pendek Indonesia. Tema-tema sederhana dan cerita dengan konflik yang menggambarkan kehidupan sehari-hari menjadi daya tarik tersendiri buku kumpulan cerpen karangan Ni Komang ini. Keunikan sudut pandang (dalam cerpen Menyusu Knalpot Persimpangan misalnya, pengarang menggunakan sudut pandang seorang anak bayi), pelukisan suasana serta kepiawaian berbahasa menjadi nilai plus buku ini. Ide yang digunakan dalam beberapa cerpennya banyak yang tidak terpikirkan oleh masyarakat, namun dapat dikembangkan menjadi sebuah cerita oleh pengarang. Dialog kaku banyak dijumpai dalam beberapa cerita pendek, hal itu dikarenakan pengarang menirukan persis apa yang dikatakan orang dalam kenyataannya.

Namun ada juga satu-dua cerita yang alur maupun temanya sulit untuk dipahami pembaca, terutama pelajar. Selain itu, ada kekurangan lain dari buku kumpuln cerpen ini. Cover misalnya. Gambar yang terlukis pada cover yaitu benda panjang berwarna merah yang melilit badan seseorang. Mungkin akan lebih menarik apabila ditambah beberapa gambar pendukung di sekitarnya. Namun terlepas dari segala kekurangannya, banyak nilai-nilai kehidupan yang dapat kita ambil dari cerita-cerita pendek dalam buku ini. 

No comments:

Post a Comment